Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang periode 2004-2022 diberbagai media, ada sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi. Hal itu belum termasuk jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Namun sesuai data KPK, sudah ada 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK sampai September 2022.
Langkah pencegahan dan penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK rasanya sudah tak mencukupi lagi untuk membersihkan korupsi dari negeri ini.
Bahkan di berbagai daerah korupsi semakin subur. Para gubernur, bupati/walikota sudah tak ada rasa takut lagi dalam bertransaksi terkait Fee Proyek.
Menariknya lagi, banyak laporan para penggiat Anti Korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan di daerah hanya jalan ditempat.
Bahkan kasus suap terus merajalela dikalangan pejabat, namun semua diam dan tak mampu berbuat apa-apa lagi.
Menariknya lagi, banyak kasus yang terlapor para penggiat Anti Korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan di berbagai daerah. Namun yang berproses di Pengadilan hanya 1 s/d 2 kasus saja setiap tahun, bahkan tidak ada satupun.
Apakah Kepolisian dan Kejaksaan di daerah kekurangan biaya perkara dalam memproses kasus-kasus dilaporkan, atau semua laporan tidak cukup bukti.
Apalagi kita sudah masuk tahun politik, maka KPK, Kepolisian, Kejaksaan harus menyatu mengawasi gerak gerik para gubernur, bupati/walikota dalam tender proyek dan penunjukan langsung (PL) yang sarat dengan SUAP MENYUAP.
Saatnya para penggiat Anti Korupsi di daerah untuk membantu KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas kasus korupsi di daerah yang merajalela saat ini.***