GOSULUT.ID – Di era demokrasi saat ini, pemilu merupakan satu-satunya sistem yang menentukan suksesi kepemimpinan. Namun ketika calon pemimpin tersebut telah dilantik, beberapa dari mereka cenderung mengabaikan visi misi atau janji politiknya. Kegagalan implementasi janji politik tersebut sering dianggap terjadi karena watak dari politik itu sendiri yang mudah berjanji tanpa bisa dipenuhi, namun di sisi lain politik juga merupakan seni untuk menjaga kepercayaan pemilih.
Namun hal ini sangat berbeda dengan langkah yang diambil oleh Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi dan Wabup Tonny S. Junus untuk segera menjalankan 12 program sebagai janji kampanye yang dinantikan oleh 84.742 suara atau 36,19 persen rakyat Kabupaten Gorontalo yang memilihnya. Tapi melihat kondisi keuangan daerah saat ini yang Amburadul dan adanya krisis kepercayaan rakyat telah menimpa para oknum pejabat dalam kasus moral, serta beban hutang pihak ketiga serta pembayaran hak para Aparatur Sipil Negara (ASN) banyak terabaikan, ditambah lagi adanya pemotongan anggaran dari pemerintah pusat, membuat Bupati Sofyan Puhi mulai membuat langkah-langkah jitu untuk keluar dari semua persoalan ini.
Maka lahirlah Tim Kerja (TK) Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi dan Wabup Tonny S Junus untuk “Membedah APBD” yang sudah ada, bukan “Obrak-Abrik” seperti kata orang-orang yang tidak ingin daerah ini cepat keluar dari segala persoalan krisis keungan dan moral. Jika dilihat dari kondisi daerah saat ini, terlihat berbagai persoalan mulai terurai satu persatu, membuat para lawan politik merasa kepanasan, bahkan mulai memainkan strategi teori adudomba dengan menyebar fitnah kalau TK Bupati Gorontalo yang bukan bagian tim pemenangan sudah melampaui batas kewenangan dalam tugasnya.
Namun melihat berbagai tudingan yang muncul dari berbagai orang yang menghiasi pemberitaan media, seorang Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi yang memiliki berbagai pengalaman di legislatif dan eksekutif hanya tersenyum saja, tapi terus bekerja mengatur berbagai kebocoran yang membuat daerah ini krisis keuangan berkepanjangan.
Apalagi Kabupaten Gorontalo saat ini belum memiliki Sekertaris Daerah (Sekda) yang definif dan perampingan OPD yang belum kunjung selesai, membuat pemerintahan tidak bisa berjalan normal sesuai harapan Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi. Ditambah lagi bentuk kecemasan para kepala OPD yang bekerja dengan perasaan was was akibat keterlibatan mereka mendukung salah satu calon saat pilkada 2024 kemarin. Akibatnya banyak persoalan daerah muncul semua disalahkan pada pimpinan daerah yang dibilang lambat menyelesaikan.
Berbagai tudingan ini harus menjadi penyemangat pada Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi segera memilih dan memilah para pejabat dilingkarannya untuk bisa segera mengeksekusi langkah kebijakan diambil, jangan terjebak dengan berbagai tekanan dari luar untuk mengamankan posisi mereka saat ini.
Bahkan posisi penting saat ini jadi rebutan yaitu jabatan Sekda Kabgor yang telah selesai proses seleksi, dan tinggal menanti hasil dari Tim Seleksi diajukan pada Bupati Gorontalo. Disinilah langkah awal sebuah keputusan yang menjadi penentu, sebab jabatan strategis tersebut menjadi kunci utama kepemimpinan ST12 bergerak cepat dalam menjalakan semua kebijakan diambil untuk kepentingan rakyat.
Seorang Sekda Kabgor harus memiliki moral dan integritas, bukan hanya berdasarkan suka atau tidak suka oleh kepentingan satu kelompok. Karena apa-pun keputusan yang ambil oleh Bupati Gorontalo,Sofyan Puhi menjadi tangungjawabnya, bukan oleh orang lain.
Dalam politik, kewenangan mengelola dan memerintah hanya bisa berjalan jika legitimasi kekuatan dan kekuasaan telah didapat terlebih dahulu dalam hasil sebuah pertarungan yang cukup ketat, pasti ada kalah dan menang. Maka setiap pemenang pasti mengatur barisannya dalam sebuah kekuasaan untuk kesuksesan pemerintahannya, tanpa harus takut dengan tekanan lawan politiknya dalam merongrong segala kebijakan yang menjadi sebuah keputusan untuk kepentingan rakyat.
Apalagi dalam dunia Demokrasi saat ini, bisa melahirkan persaingan untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan, semua ini tidak bisa terjadi tanpa persaingan, bahkan dalam kompetisi ini tidak mengandung makna mengalah atau memberikan “apa” secara cuma-cuma kepada golongan lain yang meratapi kekalahannya.
Dikatakan bahwa berdemokrasi itu berarti menyetujui apa yang kita tidak setuju atau kehendaki. Pendapat ini menunjukan bahwa menang-kalah dalam kompetisi demokrasi selalu berujung pada pengakuan atas kedaulatan mayoritas.
Namun kolaborasi kekuatan sangat penting untuk dihimpun dalam mempertahankan atau sebaliknya merebut kekuasaan. Dalam politik, kewenangan mengelola dan memerintah hanya bisa berjalan jika legitimasi kekuatan dan kekuasaan telah didapat terlebih dahulu.
Disinilah seorang Bupati Gorontalo, Sofyan Puhi harus berani dalam mengambil langkah tegas dan cepat dalam menempatkan orang terbaik dan terpercaya yang memiliki moral baik dan punya integritas. Dalam bingkai Restorasi disegala bidang untuk kemajuan daerah yang berkelanjutan.
Untuk itu, disini perlu kahati-hatian, keberanian, ketepatan, dan kecepatan dari seorang pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan, jika terlambat dalam mengambil sebuah kebijakan strategis, disitulah awal dari kegagalan menuju sebuah kemenangan rakyat di daerah ini.
Bahkan seorang pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan jangan mengunakan hati, namun mengunakan pikiran, agar semua keputusan benar benar sesuai kebutuhan seorang pemimpin dalam memperbaiki daerah ini kearah yang lebih baik.
Jika pemimpin mengunakan hati, kerugiannya bisa berupa keputusan yang kurang rasional, potensi emosi yang negatif, dan kesulitan dalam membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks. Mereka mungkin tidak mampu mempertimbangkan semua aspek yang relevan dan mengabaikan data atau fakta yang penting.