***Salam Redaksi***
Maret 2024 tanggal 27 Pemerintah Kabupaten Gorontalo (Pemkabgor) mengeluarkan Surat No 475 perihal Penggunaan Akun Media Sosial (Medsos).
Surat ini hanya ditandatangani Asisten Administrasi Umum atas nama Sekertaris Daerah (Sekda) bukan oleh Sekda secara langsung.
Sejak dikeluarkan, surat ini menjadi bahan diskusi dikalangan ASN dan menjadi objek perdebatan dikalangan masyarakat secara terbuka. Di medsos, termasuk di Group Whatsapp surat ini menjadi penuh kontroversi baik dari sisi tata naskah dinas ataupun substansi surat dikaitkan dengan pengambilan kebijakan dalam pembayaran TPP.
Dari sisi substansi surat, terdapat berbagai hal dan kebijakan yang diperdebatkan berbagai kalangan.
Pertama, surat ini mengandung penertiban penggunaan media sosial oleh ASN dan non ASN di lingkungan Pemkabgor. Seolah ASN dan non ASN dalam bermedsos tak tertib padahal belum ada fakta hukum dan putusan hukum tetap ASN dan non ASN dalam bermedsos terjerat pidana.
Kedua, ternyata penertiban medsos ASN dan non ASN diarahkan agar akun medsos (FB, Instagram, Tiktok, Twitter, Youtube dan WA) berdasarkan nama yang terdapat dalam absensi kepegawaian. Sesungguhnya untuk apa Pemkabgor harus menertibkan medsos ASN dan non ASN hingga penamaan akun medsos?
Ketiga, ternyata penertiban akun medsos ASN dan non ASN lebih pada kewajiban mempublikasikan dan menyebar luaskan kegiatan Pemkabgor dan mewajibkan untuk mengikuti/follow akun FB Pemkabgor.
Keempat, perangkat daerah wajib memiliki akun medsos dan menyebarluaskan informasi kegiatannya secara berkala.
Kelima, atas kegiatan mempublikasikan dan menyebarluaskan kegiatan Pemkabgor menjadi pengambilan kebijkan dalam pembayaran TPP.
Dari hasil diskusi dan perdebatan, maka Surat No. 475 terkesan Pemkabgor harus mencari dukungan ASN untuk memviralkan kegiatan Pemkabgor, padahal banyak media online yang dikontrak Pemkabgor untuk memviralkannya yang menghabiskan anggaran kontrak hingga ratusan juta setiap tahun pada APBD.
Ada kepanikan Pemkabgor atas status & komentar ASN yang mempertanyakan dan menyindir amburadulnya pengelolaan keuangan daerah dan tidak terbayarnya TPP, ADD, TPG (Tunjangan Profesi Guru) atau Sertifikasi Guru 2023 dan belum terbayarnya TPP 2024 serta hak-hak ASN lainnya.
Pemkabgor terkesan anti partisipasi atas aspirasi dan saran ASN untuk mengingatkan Pemkabgor atas berbagai kewajiban membayar hak-hak ASN melalui medsos serta perbaikan dan perubahan atas amburadulnya pengelolaan keuangan daerah, sehingga Pemkabgor harus menertibkan medsos ASN.
Sampai-sampai Pemkabgor harus bermain tiktok dalam membayar TPP, ADD, TPG atau Sertifikasi Guru dan THR untuk menandingi diskusi dan partisipasi ASN melalui medsos soal belum terbayarnya hak-hak ASN. Pemkabgor tak perlu menertibkan medsos ASN dengan menerbitkan Surat No 475.
Pemkabgor cukup memperbaiki kinerja pemerintahan dan membuat kebijakan dan keputusan yang membanggakan ASN dan mensejahterakan ASN, maka secara pasti dan otomatis ASN akan membagikan, mempublikasikan dan menyebar luaskan kegiatan Pemkabgor dan mengikuti/follow akun medsos Pemkabgor.
Tak zaman lagi membelenggu privacy ASN. Tak perlu menekan ASN dengan pengambilan kebijakan atas pembayaran TPP.
Jika TPP yang menjadi pijakan untuk terlaksananya kebijakan ini, Pemkabgor keliru dalam merumuskan kebijakan ini.
Bagaikan pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, TPP ASN tak terbayar dan terlambat dibayar, TPP ASN pun menjadi saran kebijakan mempublikasikan dan menyebarluaskan kegiatan Pemkabgor.
Dalam merumuskan kebijakan modern bukan hukuman (punishment) yang ditonjolkan tapi reward (penghargaan) yang dikedepankan.
Sebenarnya kebijakan surat No. 475 yang ditempuh Pemkabgor, meniru kebijakan Pemprov Gorontalo yang hingga kini masih diikuti oleh ASN Pemprov Gorontalo.
Mengapa ASN Pemprov Gorontalo masih setia dan ikut membagikan, mempublikasikan dan menyebar luaskan kegiatan Pemprov Gorontalo dan mengikuti/follow akun FB, sebab Pemprov Gorontalo tak menerapkan hukuman (punishment) atas TPP, tapi Pemprov Gorontalo malahan memberi reward (penghargaan) kepada ASN berupa pemberian pulsa gratis.
Pemkabgor harus banyak belajar dari Pemprov Gorontalo sebelum merumuskan kebijakan dan menjalankan kebijakan Surat No 475.
Dari sisi tata naskah dinas, mengapa surat ini bukan Sekda yang menandatangani sebab pada hari dan tanggal 27 Maret 2024 Sekda berada ditempat dan berkantor. Apakah Sekda mengetahui proses dan keberadaan surat ini?
Surat tersebut semestinya menjadi kewenangan Sekda, karena memuat dan berakibat hukum pada pengambilan kebijakan dalam pembayaran TPP sebagai hak ASN.
Disamping itu, surat No. 475 jauh dari kesesuaian dan bertentangan dengan pembuatan dan unsur naskah dinas yang diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Pertama, surat ini tak dilengkapi paraf. Kaidah dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2023, stempel, tanda tangan dan paraf adalah bentuk pengabsahan naskah dinas.
Paraf merupakan tanda tangan singkat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas muatan materi, substansi, redaksi dan pengetikan naskah dinas.
Surat yang konsepnya dibuat oleh pejabat (Kabag Organisasi) dibawah pejabat penandatangan terlebih dahulu diparaf sebelum ditandatangani. Paraf terdiri dari paraf hierarki dan paraf koordinasi.
Paraf hierarki merupakan paraf pejabat sesuai jenjang jabatan yang dibubuhkan dalam bentuk matriks.
Paraf hierarki pada surat yang ditandatangani Sekda atau Asisten harus diparaf terlebih dahulu oleh maksimal 3 orang pejabat secara berjenjang.
Paraf koordinasi merupakan paraf pejabat sesuai subtansi tugasnya atau pejabat lain yang terlibat pada unit kerja yang berbentuk matriks.
Surat yang materinya saling berkaitan antar unit kerja, diparaf oleh unit pengolah dan unit lain yang terkait sebelum ditandatangani oleh pejabat yang berwenang pada lembar terakhir.
Kedua, surat ini tak mencantumkan pangkat/golongan. Kaidah dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2023, penulisan nama penanda tangan untuk pejabat selain Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Sekda menggunakan gelar, NIP dan pangkat/Golongan.
Ketiga, surat ini tak mencantumkan tembusan kepada Sekda.
Dalam kaidah Permendagri Nomor 1 Tahun 2023 salah unsur dalam pembuatan naskah dinas surat adalah tembusan. Tembusan yang naskah dinasnya berupa surat ditandatangani oleh pejabat yang mengatasnamakan, disampaikan kepada pejabat yang diatasnamakan.
Yang berarti surat ini ditandatangani oleh Asisten Administrasi Umum mengatasnamakan Sekda, maka suratnya ditembuskan kepada Sekda. Faktanya surat ini tidak ditembuskan kepada Sekda hanya untuk Bupati dan Wabup.
Keempat, kewenangan menandatangani atas nama (a.n.) penandatanganan surat ini menggunakan pelimpahan kewenangan dari Sekda kepada Asisten Admnistrasi Umum dengan menggunakan atas nama.
Asisten sebagai pejabat bawahannya Sekda dapat menandatangani surat yang menjadi kewenangan Sekda sepanjang memenuhi syarat: (a). Pelimpahan wewenang dalam bentuk tertulis. (b). Materi wewenang dilimpahkan adalah tugas dan tanggungjawab pejabat yang dilimpahkan. (c). Tanggungjawab akibat penandatanganan surat berada pada pejabat yang diatasnamakan (Sekda).
Dari ke-4 ketidaksesuaian dan pertentangan dalam pembuatan surat ini, maka surat No. 475 terkesan dibuat secara buru-buru, jauh dari prinsip kehati-hatian tanpa kajian paripurna sebagaimana layaknya perumusan suatu kebijakan, sehingga surat ini dianggap cacat hukum atau batal demi hukum serta tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.
***Salam Redaksi***